Sabtu, 22 Oktober 2011

Ruth Monica Bella -By Ghina-

NAMANYA Ruth Monica Bella Merdeka Wati, biasa dipanggil Bella. Ia adalah sahabat terbaikku di kelas V. Rambutnya warna  hitam lurus sebahu. Tubuhnya kurus. Kulitnya sawo matang, giginya jongor, tapi bukan mengejek lho! Buat Bella yang baca jangan marah ya? Dia agak pendek, namun ia punya kelebihan, dia dapat berolahraga dengan sempurna.

Ia adalah sahabat yang terbaik, tidak pelit, pemaaf, penyabar dan tidak sombong. Ia juga anak yang baik hati dan suka menolong. Setiap kami punya bekal, kami saling berbagi, bil,a salah satu dari kami sedih, marah, kami saling menghibur. Bila salah satu dari bersalah, kami saling memaafkan. Ia sangat memaklumi dan mengerti sifatku, yaitu pemarah. Jika akau marah, ia meminta penjelasanku baik-baik mengapa aku marah. Ia sangat lucu, ia menghiburku dengan mimik-mimik wajah yang lucu dan suara yang menarik, sehingga membuatku tertawa terbahak-bahak. Apalagi saat menyanyikan lagu Habibie. Habibie…Habibie….hihihi, lucu deh.

Friendly StoryHari itu kami akan berkunjung ke rumah guru kami, Bu Dian. Sebelumnya aku berkunjung ke rumah Bella. Rumah Bella sangatlah besar, halaman depan rumahnya dibatasi oleh pagar berwarna krem. Di sebalah kanan pojok ada ayunan, di sebelah kiri ada ada banyak jenis tanaman yang subur. Sementara mama kami mengobrol di ruang tamu, kami bermain ayunan. Setelah mama kami selesai mengobrol, mama Bella mengganti baju.

Setelah itu, kami pergi ke rumah Bu Dian. Aku dan Bella naik mobil yang dibawa mama Bella, dan mamaku naik motor, aku merasa sangat sejuk di mobil Bella, karena AC yang ada di mobil Bella dihidupkan.Dalam perjalanan, kami berbincang-bincang tentang banyak hal, seperti eskul, persahabatan, sampai dengan liburan semester.
Kira-kira setengah jam berbincang-bincang, akhirnya kami sampai di rumah Bu Dian. Bu Dian kaget melihat kedatangan kami semua, dan Bu Dian menyambut kami dengan hangat. Beliau mengajak kami ke dalam rumah. Ketika aku masuk, aku melihat rak yang dipenuhi dengan mainan dan boneka milik anak bungsu Bu Dian, yaitu Dik Iza. Ketika sampai di ruang keluarga, kami disuruh duduk di karpet yang sudah dipersiapkan. Bu Dian membuatkan kami Es Jeruk dan membawa beberapa toples yang diisi oleh kue kering. Kata mamaku dan mama Bella,
“Tak usah repot-repot, Bu,”
“Tak apa-apa,” ujar Bu Dian sambil tersenyum.
Kami menikmati camilan yang disediakan Bu Dian, dan Dik Iza juga mempersilahkan kami menonton VCD Upin dan Ipin yang ditayangkan di TV. Sedang asyik menonton, tiba-tiba lampu mati siang itu. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain di halaman luar bersama Dik Iza juga.
Pertama, kami ke halaman belakang untuk melihat ikan di kolam. Tiba-tiba Dik Iza bercerita, “Ikannya mati dimakan ikan Hiu, Ikan Hiunya datang ke kolam kami dan bla….bla…bla…,” jelas Dik Iza panjang lebar. Kami hanya mengangguk-angguk mendengar cerita Dik Iza yang konyol.

Selanjutnya, kami mampir berjalan ke dekat pohon bunga Asoka, yaitu bunga yang dari batang bawahnya dihisap bisa menghasilkan madu yang manis. Kemudian, kami menghisap madu sambil duduk di kursi, dan setelah kenyang, kami mendekati pohon jeruk yang masih muda, kemudian kami memetik buahnya. Saat kami memetik buah jeruk, tiba-tiba ada seekor lebah mendekati batang hidungku.

“Huaaa…..huaaa….ada lebah,” aku berlari hingga menabrak Bella, kami berdua jatuh ke halaman yang berbatuan, tetapi kami kami tertawa dan yang lain juga tertawa. Setelah itu, kami mencari kerikil berbagai macam bentuk dan warna. Aku menemukan batu yang sangat banyak. Wah, senangnya! Serasa seperti berpetualang di hutan, bagaikan melihat ikan-ikan yang cantik di permukaan laut, memetik pohon di hutan dan juga mencari benda-benda kecil di tanah. Selanjutnya apa lagi ya? Oh, ya  kami memetik bunga dan merangkainya menjadi sebuah bandana bunga.

Seteleh berpetualang, kami bermain petak umpet, kejar-kejaran, kucing-kucingan dan lain-lain.  Oh, ya kami juga bermain Dinosaurus. Ceritanya begini:
Di sebuah hutan tinggal seekor Dinosaurus, yang diperankan Deva, adik Bella. Induk Dinosaurus itu sedang bertelur satu buah, yang diperankan oleh Ehan. Suatu hari, datang sebuah mobil ke hutan,tempat telur itu besar itu berada. Mobil itu diisi oleh kami bertiga, dan saat mobil kami berhenti di dekat telur itu, kami berusaha untuk mencuri telur itu, mumpung induknya sedang pergi mencari makan. Dan saat kami akan membawa telur itu kedalam bagasi mobil, tiba-tiba induknya menyerang dari belakang.

“Nnguarrehm….!” Seru induknya dan kami menjatuhkan telur itu ke tanah. Kami berlari ke dalam mobil tanpa sepengetahuan induknya, lalu kami mengunci pintu mobil dan pulang dari hutan (pura-pura). Dan akhirnya Dino itu damai… Setelah bermain dengan serunya, kami ke dalam rumah untuk minum es Jeruk yang belum kami habiskan tadi. Setelah dua jam bermain di rumah Bu Dian, akhirnya kami berpamitan pulang, dan sebelum keluar dari rumah Bu Dian, mamaku merencanakan untuk makan pempek bakar yang tak jauh dari simpang Mayang.

Sesampainya di warung pempek, kami segera memesan dan makan dengan lahapnya, sambil bercerita mengenai pengalaman di rumah Bu Dian tadi. Usai makan, mama member kami uang untuk membeli es krim,  di warung yang letaknya di belakang warung pempek. Wah rasanya enak sekali….. Hari ini memang hari yang menyenangkan bersama Bella!
Pengarang adalah siswi Kelas V SD Adiyaksa, aktif di Sanggar Menulis Evergreen

Baju Baru Lulu -By: Dita-


Kalian tahu Lulu? Lulu adalah seekor anak monyet yang rajin. Lulu berumur delapan tahun. Dia bersekolah di Monkey School, kelas tiga.
Lulu punya kakak yang bernama Loli. Lulu biasa memanggil kakaknya dengan sebutan Kak Loli. Kak Loli berumur sepuluh tahun dan duduk di kelas lima, sekolahnya sama dengan Lulu, Monkey School.
Ibu Lulu biasa dipanggil Bu Kei. Ayah Lulu biasa dipanggil Pak Kei.
Suatu hari…
“Siapa yang setuju untuk berjalan-jalan sore ini?” tanya Pak Kei.
Bu Kei, Lulu, dan Kak Loli setuju. Akhirnya, ketika sore harinya, mereka pun bersiap-siap.
“Ayo Loli, Lulu!” seru Bu Kei.
“Iya, Bu,” jawab Kak Loli dan Lulu serempak.
“Kita mau pergi ke mana, Yah?” tanya Lulu.
“Kita akan pergi ke Monkey Market,” jawab Pak Kei.
“HOREEE! Monkey Market, aku dataaaang!” seru Lulu senang.
Monkey Market adalah pasar satu-satunya di Monkey Land (Dunia Monyet). Di Monkey Market, banyak sekali toko-toko kecil yang menjual bermacam-macam barang atau makanan.
Lulu, Kak Loli, Bu Kei, dan Pak Kei berjalan kaki menuju Monkey Market. Sesampainya di Monkey Market, Lulu tertarik dengan sebuah baju terusan berwarna merah jambu dan bergambar bunga-bunga yang dijual di sebuah toko kecil.
“Bu! Yah!” panggil Lulu.
“Kenapa?” tanya Pak Kei dan Bu Kei.
“Bolehkah Lulu membeli baju itu?” balas Lulu sambil menunjuk baju yang ia maksud.
“Boleh saja, tetapi jika terlalu mahal, sebaiknya tidak usah,” jawab Pak Kei.
“Kita lihat harganya dulu yuk,” ajak Lulu.
Mereka pun masuk ke toko kecil yang menjual baju terusan yang disukai Lulu. Pak Kei dan Bu Kei melihat harga baju terusan yang Lulu sukai. Ternyata, harganya empat puluh ribu.
“Harganya empat puluh ribu, tetapi Ibu dan Ayah hanya membawa uang tiga puluh lima ribu,” kata Bu Kei.
“Yah… berarti kita enggak bisa beli baju itu dong,” keluh Lulu.
“Iya, Lulu!” sahut Pak Kei.
“Sabar ya Lulu… Suatu saat, kita pasti bisa membeli baju yang kamu sukai itu,” hibur Kak Loli yang dari tadi diam saja.
“Baiklah, Kak. Enggak apa-apa, kok,” jawab Lulu.
Lalu mereka keluar dari toko itu dan mereka melihat-lihat toko yang lain. Ketika sudah malam, mereka pun pulang ke rumah.
Di rumah, Lulu masuk ke kamarnya.
“Bagaimana ya caranya agar aku bisa membeli baju tadi?” gumam Lulu. Lulu berpikir keras. Lima menit kemudian, Lulu mempunyai ide.
“AHA! Aku akan…”
Lulu keluar dari kamarnya. Lalu ia menghampiri Kak Loli, Bu Kei, dan Pak Kei yang sedang membaca majalah bersama di ruang keluarga.
“Bu, Yah, Kak Loli!” panggil Lulu.
“Iya, Lu? Kenapa?” sahut Bu Kei, Pak Kei, dan Kak Loli.
“Lulu punya ide,” kata Lulu.
“Ide? Ide untuk apa?” tanya Kak Loli.
“Ide untuk membeli baju yang Lulu sukai tadi,” jawab Lulu.
“Wah, apa idenya, Lu?” tanya Pak Kei dan Bu Kei penasaran.
“Ehm… apa, ya? Ada deh…! Pokoknya, lihat aja hari Senin…!” jawab Lulu, membuat Kak Loli, Bu Kei, dan Pak Kei jadi penasaran.
“Duh… Kakak penasaran nih, apa sih idenya? Tapi janji ya, beri tahu ketika hari Senin,” Kak Loli mengingatkan.
“Oke, deh!” seru Lulu.
Esok harinya, masih libur karena para guru di Monkey School sedang rapat. Lulu membuat kerajinan tangan berupa tempat alat tulis. Tempat alat tulisnya menggunakan stik es yang Lulu beli sebelum membuat kerajinan tangan ini.
Lulu membuat alas tempat alat tulis berupa beberapa stik es yang dirapatkan. Lalu, Lulu  menempelkan dua buah stik es di ujung stik es-stik es sebelah kanan dan kiri. Kemudian Lulu menempelkan dua buah stik es lagi di ujung stik es sebelah kanan dan kiri. Ya, begitu seterusnya…
Lulu juga memberi hiasan berupa bunga-bunga dari sedotan yang diletakkan di pinggir stik es-stik es dan Lulu juga melukis stik es-stik es dengan beragam warna. Lulu membuat tempat alat tulis sebanyak sepuluh buah. Wah, banyak sekali ya? Tapi, Lulu membuat semua itu hanya dalam tiga jam! Cepat sekali, bukan? Oh ya, Lulu itu memang berbakat membuat kerajinan tangan, lho! Hebat ya?
“Hm, harganya berapa ya? Ah, lima ribu aja deh. Lagian, kan, tempat alat tulisnya enggak terlalu besar,” gumam Lulu.
Besoknya, Lulu masuk sekolah. Lulu juga membawa kesepuluh tempat alat tulis yang kemarin dia buat. Lulu menaruh seluruh tempat alat tulisnya di beberapa plastik.
TEEEET!!!
Bel barbaris berbunyi. Lulu segera pergi ke lapangan dan berbaris.
Ketika istirahat, Lulu menawarkan tempat alat tulis yang dibuatnya kepada teman-temannya.
“Kila, aku jual tempat alat tulis unik, lho!” seru Lulu.
“Oh ya? Bolehkah aku melihatnya?” tanya Kila.
“Tentu saja,” jawab Lulu.
Lulu memperlihatkan tempat alat tulis karyanya.
“WAH! BAGUS BANGET! Aku mau beli ya! Berapa harganya, Lu?’ tanya Kila sambil menatap tempat alat tulis karya Lulu dengan takjub.
“Harganya lima ribu satu,” jawab Lulu.
“Oh, aku beli satu ya, ini uangnya!” Kila memberikan selembar uang lima ribu kepada Lulu.
“Terima kasih ya, Kila,” ucap Lulu senang.
“Iya,” balas Kila. Kila pun pergi ke luar kelas dan menemui teman-temannya yang lain. Lulu melihat Kila sedang membicarakan sesuatu kepada teman-temannya. Tetapi, Lulu tidak tahu apa yang sedang Kila bicarakan.
Kemudian, Kila dan ketiga temannya yaitu Putri, Yati, dan Dita masuk ke dalam kelas, lalu mereka menemui Lulu.
“Halo, Lulu!” sapa Dita.
“Hai!” balas Lulu.
“Lulu, aku mau beli tempat alat tulis karya kamu dong!” seru Putri, Yati, dan Dita.
“Oh, baiklah….”
“Berapa satu?” tanya Putri dan Yati bersamaan.
“Satunya lima ribu,” jawab Lulu.
Putri, Yati, dan Dita membeli tempat alat tulis karya Lulu. Putri membeli satu, Yati membeli dua, dan Dita membeli satu. Jadi, yang dibeli ada empat, dan harga keempatnya adalah dua puluh ribu.
“Terima kasih ya Lulu!!!” seru Putri, Yati, dan Dita.
“Iya, sama-sama,” jawab Lulu sambil tersenyum.
“Oh, ya… kami main dulu ya,” pamit Yati. “Dah!”
“Dah….!” balas Lulu.
Lulu duduk di bangkunya. Dia memikirkan sesuatu. Semoga saja tempat alat tulis karyaku yang sederhana ini bisa laris terjual, harap Lulu dalam hati.
“Eh, hai, Lulu! Lagi ngapain?” tegur Asya.
“Aku lagi menjual tempat alat tulis, nih,” jawab Lulu.
“Wow! Bagus banget tempat alat tulisnya! Kamu beli dimana, Lulu?” tanya Asya.
“Aku enggak beli kok, aku membuatnya sendiri,” kata Lulu.
“Wah, hebat! Kamu memang berbakat deh Lulu!” puji Asya.
“Hehehe… Terima kasih ya, oh ya… kamu mau beli tempat alat tulisnya?” tawar Lulu.
“Tentu saja!” sahut Asya. “Satunya berapa?” tanya Asya.
“Lima ribu.”
“Oke, aku beli… dua!” seru Asya. “Nih uangnya. Sepuluh ribu, kan?” lanjut Asya seraya menyodorkan selembar uang sepuluh ribu kepada Lulu.
“Iya, sepuluh ribu. Ehm… terima kasih ya Asya,” ucap Lulu.
“Iya, sama-sama. Eh, aku mau ke kantin dulu ya, daaaah…,” lambai Asya. Lulu membalasnya dengan lambaian.
“Wow, sudah tujuh tempat alat tulisku yang terjual!” gumam Lulu. “Uangku berapa ya? Lima ribu… Sepuluh ribu… Lima belas ribu, dua puluh ribu, dua puluh lima ribu, tiga puluh ribu, tiga puluh lima ribu…!” Lulu menghitung uangnya. “Hm, sudah tiga puluh lima ribu. Wah, cukup banyak nih!”.
Lulu melihat Icha dan Nadya masuk ke kelas.
“Hai Icha, Nadya!” sapa Lulu.
“Eh, hai Lulu!” balas Nadya dan Icha.
“Kamu lagi ngapain, Lulu?” tanya Icha.
“Ehm… aku lagi jualan nih,” jawab Lulu.
“Jualan? Jualan apaan?” tanya Nadya.
“Jualan tempat alat tulis,” ujar Lulu. “Mau beli?” tawar Lulu.
“Mau, dong. Tapi, aku mau lihat tempat alat tulisnya dulu.”
Lulu memperlihatkan tempat alat tulisnya kepada Nadya dan Icha. Ketika Nadya dan Icha melihat tempat alat tulis Lulu, mereka tampak kagum.
“Wah, bagus banget, Lulu! Kamu beli dimana sih? Kalau bisa, aku juga mau beli di tempat kamu membeli tempat alat tulis ini,” kata Nadya.
“Aku bikin sendiri, bukan membeli…,” ucap Lulu.
“Oh, hebat banget! Aku mau beli nih, harga satunya berapa?” tanya Icha.
“Lima ribu,” jawab Lulu.
“Aku beli dua,” ujar Icha. Lulu memberikan dua tempat alat tulisnya kepada Icha. Icha menyerahkan dua lembar uang lima ribuan.
“Aku beli satu,” kata Nadya. Nadya membayar tempat alat tulis yang dibelinya.
“Terima kasih ya Icha, Nadya…!!” seru Lulu.
“Iya, sama-sama,” balas Icha dan Nadya. Lalu Icha dan Nadya pun bermain di dalam kelas.
Saat bel selesai istirahat berbunyi, tempat alat tulis karya Lulu yang dijual telah habis. Wah, ternyata laris banget, lho! Hari itu, Lulu sudah mendapatkan uang sejumlah lima puluh ribu! Wow, uang yang dihasilkan Lulu ternyata sudah melebihi harga baju terusan di Monkey Market. Tapi, Lulu masih ingin menjual karya-karyanya. Selama satu minggu ini, Lulu selalu menjual kerajinan tangan buatannya. Setiap hari dia membawa sepuluh buah kerajinan tangannya.
Ketika hari Senin, di rumah…
“Lulu! Apa sih ide kamu yang kamu bilang ketika hari Senin lalu?” tanya Kak Loli penasaran.
“Oh, Lulu menjual kerajinan tangan karya Lulu di kelas,” jawab Lulu.
“Wah, jadi itu toh!” seru Bu Kei.
“Udah dapet uang berapa?” tanya Pak Kei.
“Aduh, banyak nih,” kata Lulu. “Tiga ratus lima puluh ribu!!!”
“HAH?!?!” seru Bu Kei, Pak Kei, dan Kak Loli.
“Banyak banget, Lulu! Kamu hebat deh! Memangnya, satu kerajinan tanganmu itu harganya berapa?” tanya Bu Kei.
“Lima ribu,” jawab Lulu.
“Ohh…….”
“Tapi kok kamu bisa sih dapet uang sebanyak itu?” tanya Pak Kei.
“Lulu menjual kerajinan tangan Lulu selama satu minggu. Setiap hari Lulu membawa sepuluh buah kerajinan tangan dan setiap hari, Lulu selalu mendapatkan uang sejumlah lima puluh ribu. Jadi, karena Lulu menjual selama satu minggu, Lulu mendapatkan uang sejumlah tiga ratus lima puluh ribu,” jelas Lulu panjang lebar.
“Oh, gitu…. Ya udah, kami salut deh sama kamu!”. 
Malam itu, Lulu pergi ke Monkey Market. Ternyata, baju yang disukainya minggu lalu sudah tidak ada lagi. Lulu sangat sedih.
“Sudahlah, Lulu. Kamu bisa kok membeli baju yang lain,” hibur Pak Kei.
“Baiklah. Tapi Lulu bingung, baju yang mana yang akan Lulu beli,” jawab Lulu.
“Terserah kamu deh, kan kamu punya uang banyak,” kata Bu Kei.
“Iya, Lu,” tambah Kak Loli.
“Hmm, Lulu pilih dulu ya!” seru Lulu.
“Iya.” Lulu pun melihat-lihat baju-baju yang ada di toko.
“Wah, baju ini bagus sekali!” seru Lulu ketika melihat sebuah baju yang indah.
“Kamu mau membeli baju ini, Lulu?” tanya Bu Kei.
“Iya! Lulu mau membeli baju ini saja! Tidak apa-apa yang minggu lalu itu sudah tidak ada! Tapi, sekarang Lulu ingin membeli baju ini!!!” jawab Lulu senang.
“Baiklah, kamu bayar sendiri ya, kan kamu punya uang sendiri.”
“Iya dong!”
Lulu pun membayar baju pilihannya di kasir. Lulu sangat senang karena bisa membali baju baru!

Penulis adalah Dita Indah Syaharani, siswa kelas VI SDIT Nurul Ilmi 

Cerita Idul Fitriku -By Azka-

Bulan Ramadhan lalu, puasaku alhamdulillah penuh sebulan. Dulu, rasanya berat sekali, tapi pada puasa lalu terasa ringan, mungkin karena aku sudah besar. Idul fitri lalu, ibuku tidak membuat kue, karena tidak sempat. Aku sudah minta Bu lek untuk membuat kue. Satu hari menjelang lebaran, aku baru sempat beli baju di Matahari. Tapi bukan matahari yang di langit lho.

Tapi mall tempat jual baju dan banyak lagi lainnya. Kami sekeluarga pergi membeli baju setelah sholat dhuhur, dengan  naik motor. Siang itu terasa sangat panas, karena matahari sangat terik sekali dan silau sekali. Dan dalam perjalanan aku  melihat kendaran yang berlalu lalang dan melihat banyak pemandangan. Dan saat itu mataku tertuju pada salah satu bangunan, yaitu SD, namanya SD 45 kota Jambi. Aku lihat halamannya bersih sekali, meski tidak terlalu luas. Dan di samping kirinya da kuburan lho…hi serem. SD dan kuburan itu hanya dibatasi pagar.

Setelah itu, aku lewat jembatan Makalam. Hemm…tahu kan, jembatan Makalam?. Dan setelah beberapa menit berjalan, akhirnya sampai juga di Mall, kemudian kami memarkir motor. He..he..aku merasakan dingin sekali ketika masuk ke Mall. Aku melihat ada banyak sekali yang dijual, seperti jam, parfum, perhiasan, jilbab, tas, peci dan bahkan berbagai permainan.

Di depan took jilbab, ada escalator, kemudian kami naik ke lantai 2, dan aku lihat banyak sekali aneka baju. Dengan tak sabar, aku melihat-lihat baju, tapi yang aku cari tak kunjung ketemu, yaitu baju kaos. Sedangkan Ibuku mencoba memilih baju untuk adikku, tapi ketika akan dibeli, adikku tidak suka, kerena gambarnya tidak sesuai dengan selera adik.

“Aku mau yang gambar robot,” kata adikku. Setelah lama memilih, akhirnya ketemu juga, dan adikku di belikan 3 baju, dengan gambar yang berbeda, yakni burung elang, mobil, dan robot tentunya. Begitupun aku, akhirnya aku juga menemukan baju, tapi bukan kaos, seperti yang aku cari, namu baju gaun. Gaun itu harganya 100 ribu. Namun, aku batal membelinya, karena ketika aku coba, ternyata agak sempit dengan ukuran badan aku, dan akupun mencoba cari baju lain, yaitu baju muslim. Namun setelah lama berkeliling, tapi belum ada yang cocok dengan hatiku.

Kemudian aku pindah ke took baju lainnya, dan setelah sampai, aku langsung memilih baju muslim yang kuinginkan. “Bajunya bagus-bagus,” gumamku. Tak begitu lama, akupun memilih satu baju muslim, yang aku sukai. Usai membeli baju, akupun tidak langsung pulang ke rumah, tapi aku mampir dulu ke toko kue untuk membeli kue lebaran. Usai dari toko kue, barulah aku pulang, dan sampai di rumah aku langsung mandi dan sholat Ashar.

Setelah istirahat beberapa waktu, akhirnya waktu Magrib tiba, dan takbir dari seluruh penjuru berkumandang. Hemm….malam yang indah.
Esoknya…… Wah, pagi ini terasa sangat indah sekali, aku memakai baju baru. Di hari Idul Fitri ini. Oh…senangnya hatiku. Buru-buru aku mandi, meskipun airnya sangat dingin, tapi aku paksakan.

Usai mandi, aku mempersiapkan mukena dan aku sempatkan minum the dulu sebelum pergi ke langgar. Kami sekelurga tidak pergi bersama ke langgar. Bapak lebih dulu pergi, kemudian aku dan adikku, setelah itu baru Ibuku menyusul.  Usai sholat id, kami langsung pulang ke rumah dan salam-salaman dengan keluargaku, kemudian makan sama-sama. Idul fitri ini, ada yang istimewa, karena, kakekku ternyata berulang tahun, pas bertepatan hari raya Idul Fitri. Selain itu, keluargaku juga berkumpul semua. “Saatnya bagi THR” teriak Bu de. Akupun langsung lari mengambil barisan pertama. “Yuhui…dapat THR,” kataku.

Usai seluruh keluarga berkumpul, kemudian kami berencana ke rumah Buyut. “Setelah Ashar saja ya, biar nggak panas,” kata Ibuku.
Akhirnya, sesudah ashar kami pergi ke rumah Buyut, dan aku sekeluarga rupanya yang paling duluan datang, kemudian di susul yang lainnya. Banyak sekali yang datang, termasuk Quensa, yaitu cucu sepupu aku. Quensa masih Balita. 

“Eh kok jalannya jinjit, biasa jadi penari balet nih,” kata Ibuku. Kemudian kami saling bercengkrama, karena tidak semua bisa bertemu di hari biasa. Aku dan Quensa asyik main hand phone, milik kakakku, yaitu kak Wiwik. Setelah lama, ngobrol di rumah Buyut, kemudian kami lanjutkan silaturrahmi ke rumah Pak de Supreh. Sampai di sana kami disambut dengan hangat, dan kamipun disuguhin pempek dan aneka kue lainnya. Kami pun bercerita banyak, dan saking asyiknya bercerita, tak terasa waktu ternyata sudah malam, yaitu jam 9.00 WIB. Kami pun bergegas pulang, takut terlalu malam.

Esoknya……….
Aku hari ini mau keliling komplek. Pertama aku ke rumah neneknya Dika. Dika merupakan teman. Di rumah nenek Dika, aku disuguhin banyak kue. “Ayo dimakan kuenya,” kata nenek Dika.

Waktu itu akan ambil kue Peyek. Akupun dengan asyik makan kue tersebut, namun, aku terkejut ketika aku tergigit sesuatu yang keras.Oh…ternyata gigi gerahamku tangga. Memang, sebelumnya gigi gerahamku sudah goyang, tapi belum aku cabut. Setelah beberapa waktu di rumah nenek Dika, kemudian aku ke rumah om Dahlan, di susul rumah Bangun, rumah Imel, rumah Iqbal dan  terakhir rumah Mak wo.

Usai keliling komplek, akupun pulang, dan rasanya perutku masih agak lapar, meski tadi telah makan banyak kue. Kebetulan, di rumah ada ketupat dengan sayur opor ayam. Hemm, enak sekali rasanya. Tapi, lagi-lagi pas akau makan, gigi gerahamku yang satu tanggal lagi.

Esoknya………….
Hari ini, kami akan berkunjung ke rumah Umi Melita. 
Umi Melita merupakan teman kerja Bapak. Umi Melita memiliki dua anak, namanya Kak Alya yang saat ini duduk di kelas 6 SD dan satunya lagi kak Kevin, yang sekarang kelas 1 SMA.
Setelah dari rumah Umi Melita, kami pergi jalan-jalan ke jembatan Batanghari II, yang kebetulan waktu itu ramai sekali, bahkan tempatnya sempat macet.

Usai dari jembatan Batanghari II, kemudian kami pergi ke Mall untuk beli Pianika, yang sudah lama ingin miliki. “Wah asyik…akhirnya dapat juga,” gumamku. Setelah dari Mall, kemudian kami langsung pulang dan langsung istirahat. Itulah cerita singkatku pada Idul Fitri lalu, cukup sekian, karena Ibuku harus jualan nasi gemuk lagi.


Pengarang adalah siswi Kelas 5 SDN 131dan aktif di sanggar menulis Evergreen.

Sabtu, 15 Oktober 2011